Sabtu, 25 September 2010

Pendekatan Politik

Ilmu Politik
Perkembangan Ilmu Politik Sebagai Suatu Disiplin : Tradisionalisme, Behavioralisme, dan Post-Behavioralisme
Pada abad ke 19, pendekatan politik yang digunakan bersifat historis analitis, yaitu para pemikir politik lebih memfokuskan perhatiaannya pada upaya melacak serta menggambarkan berbagai fenomena politik yang ada atau pada perkembangan lembaga politik yang bersifat khusus daripada menganalisa fenomena serta lembaga-lembaga tersebut, serta melibatkan diri dengan elemen-elemen yang bersifat abstrak.Pendekatan ini mendapat pengaruh dari Eichorn dan Sovigni dari aliran hukum yang bersifat histories.
Paham ini berasal dari Eropa continental yang kemudian mempengaruhi Amerika. Namun, berbeda dengan negara asalnya, politik di Amerika memiliki keyakinan bahwa politik secara analitis dan pada derajat tertentu secara empiris dapat dibedakan dengan keseluruhan bidang ilmu sosial lainnya. Pada kuartal pertama bad ke-19 pendekatan ini telah ditambah dengan suatu perspektif yang bersifat normatif.
Karena pendekatan yang digunakan bersifat historis maka banyak orang yang dapat membedakan ilmu ini dengan sejarah. Namun, James Bryce dalam karyanya yang berjudul American Commonwealth pada tahun 1988 dan dalam Modern Democracies, ia selalu menekankan bahwa ilmu politik bukanlah cabang ilmu filsafat yang bersifat spekulatif namun ilmu yang bersifat deduktif dan mendukung upaya pencarian fakta yang tak terhingga jumlahnya.
Perkembangan-Perkembangan Baru
Setelah didirikannya American Political Science Association, American Historical Association dan American Economic Association, ilmu politik telah berkembang sebagai pendekatan yang bersifat taksonomi deskriptif. Pendekatan ini berarti penekanan yang begitu besar diletakkan pada pengumpulan dan penggolongan fakta-fakta tentang lembaga-lembaga serta proses-proses politik.
Ketika pendekatan tradisional dan lama sebelum kaum behavioralis muncul, para ilmuwan politik pada awal abad ke-19 telah mengembangkan pengetahuan yang lebih luas tentang cara kerja berbagai lembaga politik daripada abad-abad sebelumnya. Penekanan sekarang lebih diterapkan pada kecenderungan yang lebih besar dalam meneliti lembaga-lembaga dan organisasi.
Pada awal abad ke-20, Gettell mengemukakan bahwa ilmu politik mulai dipengaruhi oleh kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam beberapa tahap penelitian kalangan intelektual. Sementara itu Bryce mengemukakan bahwa ilmu politik masih belum menjangkau metode-metode pengumpulan data, pengumpulan data serta analisa data yang canggih dan teliti yang dikembangkan pada era behavioral.
Seorang pengamat yang tajam dapat melihat adanya suatu perubahan yang besar dan cepat dalam karakter ilmu politik. Charles Beard, A. L. Lowell serta Arthur Bentley contohnya, merekalah yang memperluas ruang lingkup ilmu politik. A. L. Lowell adalah pelopor pertama pendekatan baru yang menerapkan teknik statistik secara sistematis. Dalam Essays on Government ia menyadari pentingnya meneliti fungsi-fungsi pemerintahan daripada meneliti lembaga-lembaganya. Ia juga menyatakan meskipun atribut-atribut legal dari raja dan Lords the Commons sudah begitu sering digambarkan dengan tepat, tetapi fungsi-fungsi yang dimilikinya sama sekali masih diabaikan. Graham Wallas juga menyatakan bahwa semua orang yang mempelajari politik hanya menganalisa berbagai macam lembaga tetapi mengabaikan analisa terhadap faktor manusianya sendiri.
Arthur Bentley dan Konsep Tentang Proses
Bentley mengemukakan dua pendapat dalam The Process of Goverment yaitu (a) gagasan tentang “kelompok”, sebagai tingkat kenyataan yang tepat bagi pemahaman serta penelitian politik dan (b) konsep tentang proses, sebagai satu-satunya pendekatan yang andal untuk memahami realitas. Ia sangat mengecam ilmu politik tradisional yang dinilai terlalu formalistis, animistis dan statis. Ia mempunyai keyakinan yang besar pada kuantifikasi dan pengukuran.
Charles Merriam dan Awal Suatu Pendekatan Ilmiah
Merriam ialah seorang bapak pembaptis intelektual dari ilmu politik yang bersifat behavioral. Ia mengorganisir suatu panitia penelitian politik serta suatu konferensi nasional tentang ilmu politik dan pendiri “Social Science Research Council” sekaligus pemberi bantuan keuangan pada penelitian sosial ilmiah. Penelitiannya didasarkan pada pemanfaatan kemajuan intelegensi manusia yang telah dibawa kedunia oleh ilmu-ilmu sosial dan ilmu alam.
Merriam juga mendirikan “The Chicago School of Behavioral Political Science” lewat hasil karyanya New Aspects of Politics. Dalam setiap penelitiannya, ia selalu mengutamakan sifat kooperatif serta upaya kolaboratif dan menganjurkan bahwa ilmu politik harus memanfaatkan semua kemajuan berfikir manusia.
William B. Munro melihat fisika sebagai model yang paling pantas bagi adanya suatu ilmu politik yang sejati dan sementara itu G. E. C. Catlin menganjurkan agar ilmu politik mengambil posisi  sebagai ilmu murni yang bebas nilai.
Merriam sangat tertarik pada demokrasi, dan percaya akan pentingnya manfaat ilmu dalam pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Ia juga tak pernah menentang pentingnya ilmu politik menjadi suatu ilmu tentang kebijaksanaan.
Pengaruh Ahli-ahli Sosiologi Eropa
Pengaruh dari para sosiolog Eropa sangat mempengaruhi perkembangan politik di Amerika. Banyak nama yang memberi pengaruh besar seperti Comte, Durkheim, Weber dan Freud. Mereka dianggap sebagai perintis jalan bagi behaviorlis. Mereka menyebutkan bahwa pengaruh dari suatu masyarakat yang sedang berubah mempengaruhi negara dan lembaga-lembaga politik lainnya serta menjaga adanya analisa masyarakat yang bersifat netral secara etik atau bebas nilai atau yang disebut dengan teori tindakan.
Perang Dunia II dan Pengaruhnya
Rasa tidak puas sangat dirasakan karena dianggap ilmu politik tidak mampu mengikuti perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam sosiologi, psikologi serta ilmu-ilmu sosial lainnya.
Tahun-Tahun Sesudah Perang
Setelah perang, behavioralis yang bersifat Thurstonian mulai ditinggalkan karena konsepsinya tentang metode ilmiah dirasakan terlalu sempit dan pilihannya terhadap sikap sebagai unit yang fundamental dianggap terlalu terbatas. Ilmu politik ketika itu mendapat pengaruh besar dari ahli-ahli sosiologi. Perkembangan ilmu politik behavioralis dengan gerakan dan penelitian baru tidak mungkin terjadi tanpa dukungan para pember donator. Mereka lah yang membiayai proyek penelian baru yang didasarkan pada aspek perilaku yang dianggap paling obyektif.
Gerakan yang terus dikembangkan oleh kaum behavioralis ditentang oleh ilmuwan politik yang beraliran humanisme. Menurut mereka behavioralisme dianggap sebagai penyangkalan yang biadad terhadap warisan-warisan yang tak ternilai.
Pendekatan-Pendekatan Inter-Disipliner
Pada awalnya ilmu sosial merupakan satu ilmu yang kemudian terpecah-pecah, akan tetapi ilmu politiklah yang paling lamban. Karena itu para ilmuwan politik menyerap pendekatan-pendekatan teoretis dan metodologi sari beberapa cabang ilmu sosial lainnya. Teori yang paling berhasil adalah teori sistem dan analisa structural yang diadaptasi dari ahli antropologi dan sosiologi. Teori ini dianggap dapat memahami proses-proses politik di negara-negara baru.
Hubungan dengan Sosiologi dan Antropologi
Ilmuwan politik bergantung pada antropologi untuk menyerap kerangka yang bersifat evolusioner untuk penelitian masyarakat juga digunakan untuk penelitian hubungna internasional.Sedangkan ilmu sosiologi merupakan ilmu acuan yang digunakan ilmu politik. Pendekatan ilmu sosial ini memberikan teori yang bersifat organisasional dengan memangdangnya sebagai sistem tindakan manusia yang dapat dimanipulasikan. Karena itulah pendekatan ilmu sosial berguna bagi analisa-analisa politik.
Ilmu Politik, Ekonomi, dan Psikologi
Pendekatan ekonomi sangat penting bagi politik. Karena kebijakan-kebijakan yang diambil umumnya selalu berpengaruh pada ekonomi. Sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi akibat-akibat ekonomi yang akan timbul.
Pendekatan psikologi digunakan dengan mengacu pada stuktur konseptual yang didasarkan pada sifat-sifat psikologis dari individu atau kelompok-kelompok sering menjadi bagian penting dalam analisa politik. Bagian dari psikologi yang digunakan untuk penelitian politik adalah psiko-analisa oleh Freud. Digunakan untuk menganalisa keinginan menyerang dan mendominasi oleh manusia. Selain itu adalah psikiatri oleh Dollard yang digunakan untuk memcahkan masalah konflik apabila ilmu politik harus dipahami sebagai ilmu yang bersifat terapis.
Dari Behavioralisme ke Post-Behavioralisme
Setelah diadakannya suatu forum rapat (Caucus) para pendukung behavioralisme menyadari bahwa relevansi dalam kehidupan berpolitik sangat diperlukan baik dari segi partai politik, lembaga-lembaga politik, kebijakan, desentralisasi, demokrasi dan lain-lain untuk menyelesaikan permasalahan politik. Karena itulah muncullah suatu aliran Post Behavioralisme yang memiliki dua karakter utama, yaitu relevansi dan tindakan. Teori ini muncul dari David Easton.
Pemahaman ini adalah suatu pemahan terhadap implikasi-implikasi yang penuh, tindakan menentang, bahkan bersifat memberontak. Namun post-behavioralisme ini tidak disebut sebagai ideologi karena didukung oleh para pendukung dari berbagai pendukung.
Menurut Easton post-behavioralisme memiliki tujuh karakter utama yang menggambarkan sebagai The Credo of Relevance, yaitu :
  1. dalam penelitian politik “subtansi atau isi pokok hatus mendahului teknik”.
  2. memberi penekanan utamanya kepada perubahan sosial dan bukan kepada pemeliharaannya.
  3. melihat pada realitas politik yang sifatnya masih kasar
  4. memperhatikan sistem nilai dalam penelitian politik
  5. kaum intelektual mempunyai peranan yang harus dimainkan
  6. ilmu yang mempunyai komitmen untuk bertindak daripada bertindak kontemplatif
  7. politisasi profesi dari semua asosiasi dangat diperlukan
http://s0.wp.com/wp-content/themes/pub/dark-wood/images/calendaricon.png?m=1266559376g July 26, 2009 http://s0.wp.com/wp-content/themes/pub/dark-wood/images/authoricon.png?m=1266274850g Chrystina Lumbantoruan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar